Entropi Lubang Hitam Mengungkap Kebenaran Tak Terduga Tentang Alam Semesta

0
13

Selama beberapa dekade, fisikawan bergulat dengan pertanyaan mendasar: seberapa tidak teraturkah lubang hitam di dalam? Masalahnya bukan hanya karena kita tidak bisa melihat bagian dalamnya—tetapi konsep ketidakteraturan menjadi rusak ketika diterapkan pada wilayah ruangwaktu yang ekstrem ini. Terobosan baru-baru ini dalam matematika akhirnya memungkinkan para ilmuwan menghitung entropi lubang hitam, mengungkap hubungan mengejutkan antara apa yang ada dan apa yang dapat kita ketahui tentang alam semesta.

Sejarah Entropi

Ide entropi bermula pada abad ke-19, ketika fisikawan seperti Ludwig Boltzmann berjuang menjelaskan mengapa mesin selalu kehilangan energi sebagai limbah panas. Boltzmann menyadari bahwa entropi mengukur jumlah susunan mikroskopis yang menghasilkan hasil makroskopis yang sama. Bayangkan sebuah ruangan yang penuh dengan molekul gas: molekul-molekul tersebut dapat disusun dalam berbagai cara, namun hanya sedikit yang dapat mengumpulkan seluruh molekul dalam satu sudut. Entropi mengukur kekacauan tersembunyi ini.

Konsep ini kemudian diperluas ke mekanika kuantum oleh John von Neumann pada tahun 1930-an. Di dunia kuantum, partikel tidak memiliki sifat tetap, melainkan probabilitas untuk diukur. Von Neumann menunjukkan bahwa entropi dapat mengukur ketidakpastian yang melekat ini, termasuk bagaimana sistem yang terjerat—di mana dua wilayah sangat terhubung—mempengaruhi pengetahuan kita tentang keseluruhan.

Perbedaan utamanya adalah entropi Boltzmann menggambarkan apa yang sedang terjadi secara fisik, sedangkan entropi von Neumann menggambarkan apa yang dapat kita ketahui.

Paradoks Lubang Hitam

Pada tahun 1970-an, Jacob Bekenstein menantang Stephen Hawking, dengan alasan bahwa lubang hitam harus memiliki entropi agar tidak melanggar hukum kedua termodinamika (yang menyatakan bahwa total entropi alam semesta harus selalu meningkat). Hawking awalnya menolak anggapan tersebut, karena lubang hitam dianggap tidak memiliki struktur internal. Namun, Hawking kemudian menemukan radiasi Hawking, yang membuktikan bahwa lubang hitam memiliki suhu—dan karenanya, entropi.

Hal ini menimbulkan pertanyaan baru: jika lubang hitam memiliki entropi, apa struktur mikroskopis yang mendasari penciptaannya? Beberapa fisikawan berteori bahwa itu bisa berupa susunan partikel, informasi kuantum yang terjerat, atau bahkan blok bangunan ruang-waktu yang lebih abstrak.

Menembus Hambatan Matematika

Selama beberapa dekade, para peneliti berjuang untuk mencapai kemajuan. Masalahnya adalah mekanika kuantum memperlakukan ruang-waktu sebagai sesuatu yang statis, sedangkan relativitas umum menyatakan bahwa ia membengkok dan melentur sebagai respons terhadap materi dan energi. Perbedaan ini membuat penghitungan menjadi tidak mungkin, sering kali mengarah pada ketidakterbatasan yang tidak berarti.

Pada tahun 2023, tim yang dipimpin oleh Ed Witten di Institute for Advanced Study (IAS) membalikkan keadaan. Mereka memasukkan gravitasi ke dalam perhitungan kuantum dari awal, memungkinkan ruang-waktu untuk berpartisipasi dalam churn kuantum. Ini menstabilkan perhitungan dan menghilangkan ketidakterbatasan.

Konvergensi yang Mengejutkan

Menggunakan matematika baru Witten, Gautam Satishchandran dan rekan-rekannya di Universitas Princeton menghitung entropi von Neumann sebuah lubang hitam. Hasilnya sungguh menakjubkan: entropi yang dihitung menggunakan argumen termodinamika (Bekenstein-Hawking) sama persis dengan entropi von Neumann, yang mengukur apa yang dapat kita amati.

Hal ini menyiratkan bahwa permukaan luar lubang hitam menyatu sempurna dengan bagian dalamnya, artinya kita tidak perlu mengintip ke dalam untuk memahami struktur keseluruhannya. Penemuan ini mirip dengan menyimpulkan isi ruangan yang kacau hanya dengan mengamati pintunya—sebuah konvergensi yang kuat antara kenyataan dan observasi.

Implikasinya bagi Kosmos

Implikasinya melampaui lubang hitam. Prinsip yang sama juga berlaku pada cakrawala kosmologis, yaitu jarak terjauh yang dapat kita amati akibat perluasan alam semesta. Persamaan Hawking-Gibbs, yang menggambarkan entropi alam semesta yang mengembang, juga cocok dengan entropi von Neumann.

Hal ini menunjukkan bahwa gravitasi itu sendiri mungkin menunjukkan perilaku mirip kuantum, di mana pengamat yang berbeda mengakses berbagai bagian alam semesta dan membentuk apa yang dapat mereka ukur. Seperti yang dicatat oleh Satishchandran, “Batas antara apa yang nyata dan apa yang dapat diamati semakin tipis.”

Kesimpulannya, terobosan-terobosan ini menunjukkan bahwa entropi bukan sekadar ukuran ketidakteraturan namun merupakan properti fundamental yang menghubungkan ruangwaktu dengan observasi kuantum. Alam semesta mungkin diatur oleh batas-batas pengetahuan kita, bukan oleh struktur tersembunyi yang berada di luar jangkauan kita.

Artikulli paraprakTerumbu Karang: Penyebab Kuno Pemanasan Global
Artikulli tjetërCahaya Utara Diperkirakan Terjadi di 15 Negara Bagian AS Malam Ini