Para ilmuwan telah lama bermimpi untuk membangun internet kuantum—sebuah jaringan yang sangat aman sehingga datanya tidak dapat dipecahkan. Namun ada satu bagian penting dari teka-teki yang tampaknya mustahil: mengirimkan partikel cahaya yang terjerat naik dari Bumi ke satelit di orbit. Kini, para peneliti yakin rintangan ini telah teratasi.
Foton yang terjerat seperti kembaran kosmik kecil; mengukur yang satu akan langsung mempengaruhi yang lain, tidak peduli seberapa jauh jaraknya. “Aksi menyeramkan dari jarak jauh” ini, sebagaimana Einstein menyebutnya dengan terkenal, adalah kunci untuk membangun komunikasi kuantum yang tidak dapat diretas. Saat ini, kita dapat mengirimkan foton-foton yang terjerat ini turun dari satelit ke stasiun bumi, namun mengirimkannya ke arah sebaliknya dianggap mustahil karena ketidakstabilan sinyal selama perjalanan melalui atmosfer bumi.
Sebuah studi baru yang dilakukan oleh tim di University of Technology Sydney (UTS) mempertanyakan asumsi ini. Penelitian mereka menunjukkan bahwa transmisi sinyal kuantum dari Bumi ke luar angkasa adalah hal yang mungkin dilakukan, menantang apa yang sebelumnya dianggap sebagai batas-batas fisika.
“Kami memodelkan bagaimana dua foton yang ditembakkan dari stasiun bumi terpisah dapat bertemu secara tepat dengan satelit yang mengorbit 500 kilometer di atas Bumi,” jelas Simon Devitt, fisikawan UTS yang terlibat dalam penelitian ini. “‘Pertemuan’ ini akan memicu interferensi kuantum.”
Model ini mempertimbangkan berbagai tantangan dunia nyata: kondisi atmosfer, cahaya yang menyimpang, pantulan sinar matahari dari Bulan—bahkan ketidaksempurnaan pada peralatan optik yang digunakan untuk membidik. Yang mengejutkan, hasilnya menunjukkan bahwa uplink adalah mungkin dilakukan.
Mengapa Ini Penting: Internet Kuantum Lebih Dekat Dari Yang Kita Pikirkan
Lalu mengapa terobosan ini begitu signifikan? Bayangkan sebuah jaringan global yang didukung oleh komunikasi kuantum yang tidak dapat diretas. Itulah janji dari internet kuantum.
Saat ini, satelit menghasilkan pasangan foton yang terjerat dan mengirimkannya ke Bumi. Meskipun secara teknis memungkinkan untuk mengirimkannya, namun melakukannya dari stasiun bumi jauh lebih masuk akal.
Peralatan yang berbasis di darat memiliki kekuatan yang dibutuhkan untuk menghasilkan triliunan pasangan foton ini per detik—jauh melebihi kemampuan yang dapat dikelola oleh satelit. Foton-foton yang terjerat ini kemudian dipancarkan ke satelit untuk didistribusikan ke jaringan yang lebih luas.
“Satelit hanya memerlukan unit optik kompak untuk mengganggu foton yang masuk dan melaporkan hasilnya,” jelas Devitt. “Tidak diperlukan peralatan yang rumit dan boros daya untuk membuat semua foton tersebut.” Pendekatan ini secara drastis mengurangi biaya dan ukuran, menjadikan infrastruktur internet kuantum lebih praktis.
Studi tersebut mengakui bahwa sistem ini pada awalnya akan berfungsi paling baik pada malam hari, menghindari gangguan dari sinar matahari. Namun, kalibrasi yang cermat dapat memperpanjang pengoperasian sepanjang hari. Keterbatasan ini lebih merupakan batu loncatan dan bukan hambatan yang tidak dapat diatasi.
“Tes di masa depan bisa menggunakan drone atau balon sebagai penerimanya,” saran Devitt. “Kami semakin dekat untuk menjadikan keterjeratan kuantum sebagai komoditas seperti listrik—tidak terlihat oleh pengguna tetapi memberi daya pada jaringan masa depan.”
Perkembangan komunikasi kuantum dua arah ini membuka kemungkinan menarik untuk transmisi data yang aman dan komputasi kuantum terdistribusi di masa depan.






































































